Makalah ABHIDHAMMA (Teori Kepribadian)
ABHIDHAMMA
Dalam dunia psikologi kepribadian terdapat dua aliran yakni aliran
barat dan timur, aliran barat lebih menekankan kepada kelakuan yang
terlihat dari seorang manusia, tanpa memandang kebatinannya dan hanya
berpedoman kepada hal-hal yang simultan, seperti bentuk pada bentuk tubuh
pada teori Sheldon, kebutuhan pada teori Maslow, perubahan sifat pada
teori Allport dsb. Sedangkan didalam aliran psikologi timur, dasar yang
digunakan adalah pemurnian hati sebagai langkah untuk mencapai pribadi yang
sempurna atau baik, juga dengan pedoman agama sebagai sarana mengatur kehidupan
sehari-hari. Dalam hal ini, segala
sistemnya berkisar pada teknik-teknik meditasi yang memungkinkan orang
semata-mata meneliti arus kesadarannya sendiri, dengan memberinya sejenis
jendela yang netral atas aliran pengalamannya. Oleh karean itu, pada akhirnya
semua psikologi Timur mengakui bahwa jalan utama ke arah transformasi diri ini
adalah meditasi. Selain itu,
terdapat pula persamaan dan perbedaan dalam psikologi kepribadian aliran barat
dan timur, seperti konsepsi tentang potensi dasar manusia dan potensi
perkembangan jiwa. Gardner dan Louis
Murphy (1968) menyatakan dari hasil penelitian mereka terhadap kitab suci
agama-agama di asia, bahwa kitab suci memberikan semacam wawasan
psikologis, baik suatu pandangan dalam hal motivasi, maupun penjelasan
tentang mekanisme kerja dari jiwa. Meski ke dua nya mengakui adanya
perbedaan-perbedaan di antara isi dan ajaran yang terkandung di dalam setiap
kitab suci agama-agama tersebut, namun keduanya menyimpulkan bahwa
psikologi-psikologi itu pada hakikatnya merupakan suatu reaksi atas kehidupan
yang di pandang penuh penderitaan dan kekecewaan, cara yang di gunakan untuk
mengatasinya ialah disiplin dan control diri, yang nantinya dapat memberikan
kepada orang yang mengupayakannya suatu perasaan ekstase tak terbatas yang
hanya dapat di temukan dalam jiwa- jiwa orang yang telah lepas dari rasa
pamrih.
Salah satu diantara
psikologi Timur yang paling sistematik dan tersusun secara paling rinci adalah
Buddhisme Klasik. Diberi nama menurut hari Buddha yang dalam bahasa Pali
disebut Abhidhamma (atau Abhidharma dalam bahasa Sansekerta), Abhi berarti
tinggi, agung, luhur dan dhamma berarti kebenaran, maka Abhidhamma dapat diartikan sebagai
“ajaran yang luhur” dari Sang Budha. Psikologi
menguraikan wawasan asli dari Buddha Gautama tentang kodrat manusia,
karena psikologi berasal dari
ajaran-ajaran pokok Buddha, maka Abhidhamma atau psikologi yang serupa dengan itu merupakan inti dari
berbagai cabang Buddhisme. Abhidhamma
telah berkembang 15 abad yang lalu dan sangat masig di India, dikemukakan oleh
pendirinya yakni Budha Gautama (536-438 SM). Dalam 2500 tahun semenjak ia
hidup, wawasan-wawasan psikologis dasarnya telah dikembangkan menjadi
sistem-sistem teori dan praktik yang berbeda-beda oleh masing-masing cabang
penganut Budha. Dan Buddhisme juga berkembang menjadi beberapa aliran,
diantaranya; Mahayana dan Hinayana.
Menurut Abhidamma kepribadian manusia sama
seperti sungai yang memiliki bentuk tetap (tidak ada orang yang mengamati mampu
terlepas dari persepsi). Dan metode dasar yang digunakan untuk meneliti
perubahan yang sangat banyak dalam jiwa adalah intropeksi ,yakni suatu
observasi sistematik yang dilakukan oleh seseorang terhadap pengalamannya
sendiri. Objek psikologi abhidamma meliputi; penginderaan dari panca indera,
pikiran-pikiran yang dianggap sebagai indera keenam, dan setiap keadaan jiwa
terdiri atas sekumpulan sifat-sifat jiwa (yang disebut faktor-faktor jiwa), misal;
cinta, benci, adil, bengis, social.
Abhidhamma menemukan 53
kategori faktor kejiwaan. Adapun prinsip-prinsip keadaan jiwa dapat dikemukakan
sebagai berikut:
a.
Setiap keadaan jiwa
hanya sebagian kecil kumpulan factor yang hadir.
b.
Kualitas-kualitas
keadaan jiwa ditentukan oleh factor-faktor mana yang digabungkan.
c.
Abhidhamma meyakini
bahwa setiap keadaan jiwa berasal dari pengaruh biologis dan pengaruh situasi,
selain dari pemindahan pengaruh dari momen psikologis sebelumnya.
d.
Setiap
keadaan jiwa pada gilirannya menentukan kombinasi khusus factor-faktor dalam
keadaan jiwa berikutnya.
Faktor-faktor jiwa
berperan sebagai :
a)
Factor-faktor
sebagai kunci menuju karma (menurut istilah barat),karma menurut istilah
pali,istilah teknis bagi abhidamma.artinya karma adalah prisip bahwa setiap
perbuatan dimotivasi oleh keadaan-keadaan jiwa yang melatarbelakangi,
b)
Menurut
psikologi timur, suatu tingkah laku pada hakikatnya secara moral ialah netral,
c)
Sifat moral tingkah
laku ditinjau dari motif-motif yang melatarbelakangi individu melakukan
perbuatan tersebut,
d)
Perbuatan seseorang
memiliki campuran factor-faktor jiwa negatif,
e)
Dhammapada adalah
kumpulan sajak yang dahulu diucapkan oleh budha Gautama, mulai tentang ajaran
karma dan kamma,
f)
Dan
yang menjadi inti adalah bahwa segala apa yang ada pada manusia adalah sebagai
akibat yang dipikirannya ,yakni berdasarkan pikirannya, dan juga dibentuk oleh pikirannya.
Jika orang bertindak
atau berbicara dengan pikiran jahat ,maka pikiran sakit akan mengikutinya, sama
halnya dengan roda yang mengikuti lembu yang menariknya. Dan sebaliknya, jika
kita berbicara atau bertindak dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan
mengikutinya, serupa dengan bayang-bayang yang tidak pernah meninggalkannya
(babbit,1965,p.3, hall,240; Fudyartanto, 2002).
Buddha
menjelaskan bahwa kehendak untuk berbuat adalah yang dinamakan karma. Sesudah
berkehendak orang akan berbuat dengan
badan jasmani, perkataan, dan perbuatan (S.III.415). abhidhamma membedakan
antara faktor-faktor psikinya disebut kusala yaitu murni, naik, atau sehat dan
akusala yaitu tidak murni, tidak baik, atau tidak sehat. Kebanyakan faktor
psikispeseptual, kogniti, dan afektif cocok untuk dimasukan dalam kategori
sehat atau kategori tidak sehat. Penilaiaan tentang sehat atau tidak sehat
dicapai secara empiris berdasarkan.
Pengalaman kolektif sejumlah besar pertapaan (sammana) pada masa kehidupan
sebelum buddha gautama. Kritria sehat atau tidak sehat adalah apakah suatu
faktor batin khusus tertentu mempermudah
atau mengganggu usaha untuk mengheningkan bati dalam meditasi. Faktor-faktor
yang mengganggu meditasi disebut tidak sehat sedangkan faktor yang membantu
meditasi disebut sehat.
Munurut abhidhamma (Vbh.391) bahwa selain faktor sehat dan tidak sehat,
terdapat tujuh sifat netral yang ada dalam setiap keadaan batin. Tujuh sifat
netral tersebut teridri dari:
1.
Apersepsi (Phassa)
adalah kesadaran tentang suatu obyek.
2.
Persepsi (sanna) adalah
pengenalan pertama bahwa kesadaran tentang suatu obyek melalui salah satu
indra.
3.
Kehendak (cetana)
adalah reaksi terkondisi yang menyertai persepsi pertama tentang suatu obyek.
4.
Perasaan (vedana) yakni
pengindraan yang dibangkitkan oleh obyek.
5.
Pemusatan pada satu
titik (ekaggata) yakni pemusatan kesadaran,
6.
Perhatian spontan atau
manasikara yakni pengarahan perhatian yang tak disengaja karena daya tarik dari
obyek
7.
Energi psikis
(Jivintidriya), yang memberi vitalitas dan mempersatukan karena faktor lainnya.
Ketujuh
sifat netra tersebut merupakan sejenis kerangka dasar kesadaran yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor sehat atau kusala dan tidak sehata atau
akusala. Kerangka kerja dari kombinasi
secara khusus faktor-faktor tersebut
adalah berbeda-beda dari waktu kewaktu.
Ada faktor jiwa sehat dan ada pula
faktor jiwa yang tidak sehat, yang secara sentral diartikan sebagai kebodohan batin yang bersifat
perseptual. Kebodohan batin atau moha didefinisikan sebagai kegelapan psikis
atau batin yang menyebabkan persepsi salah tentang objek kesadaran. Abhidhamma
melihat kedodohan sebagai ketidaktahuan dasar yang merupakan sumber utama
penderitaan manusia. Persepsi salah tentang sifat sebenarnya dari segala
sesuatu adalah ketidak mampuan melihat dengan jelas. Kebodohan batin
menyebabkan “pandangan yang salah “ atau pemahaman yang tidak tepat atau
aditthi. Pandangan yang salah antara lain berarti menempatkan sesutau dalam
kategori yang salah. Contoh bekerjannya faktor-faktor yang tidak sehat ini
nampak jelas pada kasus penderita paranoid dalama arti penderita paranoid
mempersepsikan orang lain sebagai suatu ancaman padahal sesuangguhnya tidak
nyata.
Kebodohan
batin atau moha merupakan ketidaktahuan dasar atau sumber utama penderitaan
manusia sebagai kegelapan psikis yang menyebabkan persepsi salah mengenai objek
kesadaran. Buddha menyatakan bahwa apabila psikis atau nama seseorang dikuasai
oleh pandangan yang salah, apa saja yang mungkin dilakukan atau
dicita-citakannya hanya akan mengarahkannya pada suatu keadaan yang tidak
diinginkan, tidak menyenangkan, tidak mengenakkan, kesengsaraan dan pendritaan
(A.I.23).
Pesepsi salah mengenai sifat moha adalah ketidak mampuan melihat dengan
jelas, tanpa prasangka atau pandangan-pandangan yang merupakan inti dari semua
keadaan psikis yang tidak sehat. Pandangan-pandangan salah yang dinyatakan
secara eksplisit oleh buddha adalah salah satu asumsi umu yang terdapat dalam
banyak teori kepribadian barat. Hal ini diungkapkan secara tepat bahwa terdapat
diri atau ego yang bersifat tetap. Pandangan dalam abhidhamma tidak ada diri
sebagai diri melainkan suatu proses gejala-gejala fisik dan psikis yang timbul
dan lenyap secara terus menerus (nyanatiloka, 1972:25).
Faktor keragu-raguan atau vicikhica mencerminkan ketidak mampuan untuk
menenyukan atau membuat keputusan yang tepat. Apabila keragu-raguan mengusai
psikis seseorang maka akan berada dalam kebimbangan dan pada akhirnya dapat
menjadi tidak berdaya. Faktor-faktor kognitif lain yang tidak sehat adalah
sikap tidak tahu malyu (ahirika) dan
tapa belas kasihan (anottapa), sikap-sikap yang menyebebkan seseorang tidak
menghiraukan pendapat pihak lain, dan norma-norma yang tertanam dalam dirinya
sendiri. Apabila faktor keragu-rahuan ini menjadi kuat dalam diri induvidu maka
akan melakukan perbuatan jahat tanpa penyesalan dan dengan demikian cenderung
berkelakuan buruk. Faktor keragu-raguan ini merupakan prasyarat bagi keadaan
psikis yang mendasari setiap perbuatan jahat.
Faktor kepribadian tidak sehat lainya yang dapat menimbulkan kejahatan
adalah egoisme. Sikap mementingkan diri sendiri menyebabkan orang melihat obyek
semata- mata sebagai pemenuhan nafsu atau kebutuhannya sendiri, ketika ketiga
faktor kepribadian yang tidak sehat
(sikap tidak tahu malu, sikap tanpa belas kasih dan egois) menjadi satu
merupakan keadaan menjadi dasar bagi kejahatan yang dilakukan manusia.
Faktor-faktor kepribadian tidak sehat yang bersifat efekif
berupakeserakahan dan kekhawatiran
adalah keadaan bingung, penyesalan, linglung, faktor ini menciptakan
kecemasaan yang merupakan ciri utama dari kebanyakan kekalutan jiwa. Serangkain
faktor kepribadian yang tidak sehat lainnya berhubungan dengan ketergantungan
berupa letamakan, kekikiran, dan iri hati merupakan aneka bentuk keterikatan
pada suatu obyek sedangkan kebencian merupakan sisi negatifnya. Ketamakan dan
kebencian terdapat dalam semua keadaan psikis yang negatif dan selalu bergabung
dengan kebodohan batin. Dua faktor kepribadian
terakhir yang tidak sehat adalah kemalasan dan kelelahan. Hal ini
membuat keadaan psikis menjadi kaku dan tidak fleksibel. Apabila faktor-faktor
kepribadian tidak sehat ini menjadi kuat maka psikis dan jasmani cenderung
menjadi lamban.
Setiap faktor kepribadian yang tidak sehat berlawanan dengan faktor
kepribadian yang sehat. Faktor-faktor kepribadian bersifat sehat atau tidak
sehat, tidak ada yang berada di tengah. Cara untuk mencapai keadaan kepribadian
yang sehat dalam Abhidhamma adalah menggantikan faktor-faktor kepribadian yang
tidak sehat dengan kutub sebaliknya. Prinsip yang berlaku mirip dengan hambatan
timbal balik (reciprocal inhibition) yang digunakan dalam systematic
desentization, pengendoran (relaxation) dibandingkan secara
fisiologis dengan ketegangan. Setiap faktor kepribadian yang negatif terdapat
faktor positif penangkalnya. Apabila suatu faktor kepribadian sehat tertentu
ada dalam suatu keadaan jiwa, maka faktor kepribadian tidak sehat yang
ditekannya tidak akan dapat muncul.
Faktor kepribadian sehat yang terpenting adalah pemahaman yang benar
tentang insight (panna) sebagai lawan
dari moha. Insight adalah persepsi yang jelas
tentang obyek sebagaimana adanya menekan delusi sebagai faktor tidak
sehat yang fundamental. Kedua faktor kepribadian berlawanan tidak mungkin hadir
bersama dalam satu keadaan batin. Ketika terdapat kejelasan maka tidak
terdapat moha, sebaliknya jika moha muncul
maka tidak terdapat kejelasan. Sikap mindfullness (sati) adalah
pemahaman yang jelas dan bersifat kontinu tentang obyek; pasangan hakiki dari
pemahaman yang benar membuat psikisseseorang selalu tetap terang. Pandangan
terang (vipassana) dan sikap sati adalah
faktor-faktor kepribadian sehat yang utama. Apabila kedua hal ini muncul
dalam suatu keadaan batin maka faktor-faktor kepribadian sehat lainnya akan
muncul. Kehadiran kedua faktor kepribadian sehat yang telah dijelaskan akan
cukup untuk menekan semua faktor kepribadian tidak sehat (Hall dan Lindzey 1995:241).
Sejumlah faktor kepribadian sehat menuntut syarat-syarat tertentu agar
dapat muncul. Sikap rendah hati (hiri) yang akan menghambat
sikap tak tahu malu dan sikap penuh hati-hati (ottappa) merupakan lawan
dari sikap tanpa penyesalan. Sikap rendah hati dan sikap penuh hati-hati selalu
berhubungan dengan kejujuran (cittujjukata) yakni sikap
menilai secara tepat. Faktor kepribadian sehat yang lain adalah keyakinan (saddha) yakni
kepastian yang didasarkan pada persepsi yang tepat. Gabungan faktor kepribadian
sehat yakni sikap rendah hati, sikap penuh hati-hati, kejujuran, dan keyakinan
akan menghasilkan perbuatan kebajikan diukur dari norma pribadi maupun norma
masyarakat.
Jasmani dan batin dalam Abhidhamma dilihat sebagai saling berhubungan.
Karena setiap faktor mempengaruhi baik jasmani maupun batin, maka gabungan
faktor kepribadian sehat yang lain dan merupakan satu-satunya gabungan faktor
yang secara eksplisit dilukiskan memiliki akibat-akibat fisik dan psikologis
adalah kegembiraan (ahuta), fleksibilitas (muduta), kesanggupan
menyesuaikan diri (kammannata), dan kecakapan (pagunnata). Apabila
gabungan faktor kepribadian sehat ini muncul maka akan berpikir dan bertindak
dengan leluasa dan mudah serta mewujudkan ketrampilan-ketrampilan secara optimal.
Hal ini menekan kemalasan dan kelelahan tidak sehat yang menguasai psikisdalam
keadaan-keada seperti depresi. Berdasarkan psikodinamik Abhidhamma
faktor-faktor kepribadian yang sehat dan tidak sehat saling menghambat dan
kehadiran faktor yang satu menekan faktor lawannya.
Karma menentukan keadaan sehat atau keadaan
tidak sehat. Suatu kombinasi faktorkepribadian sehat dan tidak sehat merupakan hasil dari
pengaruh biologis dan pengaruh situasional serta pengaruh dari berbagai keadaan
batin sebelumnya. Setiap keadaan batin tertentu terbentuk dengan kekuatan yang
berbeda. Faktor kepribadian yang paling kuat menentukan individu mengalami dan
bertindak dalam suatu momen tertentu. Herarki kekuatan dari faktor-faktor yang
mendominasi dari beberapa faktor menentukan keadaan spesifik akan menjadi
negatif atau positif. Faktor tertentu atau sekumpulan faktor yang seringkali
muncul dalam keadaan batin akan membentuk sifat kepribadian. Keseluruhan
faktor-faktor batin yang sudah menjadi kebiasaan menentukan sifat-sifat
kepribadian.
IV.
Psikodinamika Abhidhamma
Psikodinamika dapat terjadi karena interaksi antara jiwa dan
mekanisme sebagai berikut :
a.
Faktor-faktor
jiwa yang sehat dan tidak sehat saling menghambat.
b.
Antara
sepasang faktor-faktor sehat dan tidak sehat tidak selalu terdapat hubungan
satu lawan satu.
c.
Kehadiran
faktor yang yang satu menekan faktor lawannya.
d.
Dalam
beberapa hal satu faktor sehat akan menghambat sekumpulan faktor tidak sehat,
misal keterikatan mampu sendirian menghambat kekikiran/iri hati.
e.
Faktor-faktor
kunci tertentu juga mampu menghambat faktor lawannya secara keseluruhan, misal
jika terdapat delusi, maka tidak satupun faktor baik dapat timbul bersamanya.
f.
Kamma
seseoranglah sebagai penentu, apakah ia akan mengalami keadaan jiwa sehat atau
tidak sehat.
g.
Suatu
kombinasi faktor merupakan hasil dari pengaruh-pengaruh biologis, situasi dan
juga merupakan pidahan pengaruh dari keadaan jiwa sebelumnya.
h.
Dalam
keadaan jiwa tertentu, faktor yang membentuk keadaan jiwa akan muncul dengan
kekuatan yang berbeda.
i.
Faktor
yang paling kuat akan menentukan bagaimana seseorang mengalami dan bertindak
dalam suatu kejadian.
j.
Walau
semua faktor buruk hadir, namun keadaan yang dialami akan sangat berbeda,
tergantung pada, misal ketamakan yang mendominasi jiwa.
k.
Hierarki
kekuatan dan faktor-faktor tersebut menentukan apakah keadaan spesifik itu akan
menjadi positif atau negatif.
l.
Jika
faktor tertentu atau sekumpulan faktor seringkali muncul dalam keadaan jiwa
seseorang, maka faktor tersebut akan menjadi sifat kepribadian.
m.
Jumlah
keseluruhan faktor-faktor jiwa yang sudah menjadi kebiasaan pada seseorang ,
menentukan sifat-sifat kepribadiannya.
Daftar sifat-sifat kepribadian menurut faktor-faktor jiwa sehat dan
tidak sehat sebagai berikut :
NO
|
Faktor jiwa
yang sehat
|
Faktor jiwa yang
tidak sehat
|
A
|
Perseptual (kognitif)
|
|
1
|
Pemahaman (insight)
|
delusi
|
2
|
Sikap penuh perhatian
|
Pandangan yang salah
|
3
|
Sikap rendah hati
|
Sikap tak tahu malu
|
4
|
Sikap penuh hati-hati
|
kecerobohan
|
5
|
Kepercayaan
|
egoisme
|
B
|
Afektif
|
keresahan
|
6
|
ketenangan
|
keresahan
|
7
|
Ketidak-terikatan
|
ketamakan
|
8
|
Ketidak-muakan
|
kemuakan
|
9
|
kenetralan
|
Iri hati
|
10
|
kegembiraan
|
kekikiran
|
11
|
fleksibilitas
|
kekhawatiran
|
12
|
Kemampuan adaptasi
|
Pengerutan (kontraksi)
|
13
|
Kecakapan
|
kebekuan
|
14
|
Kejujuran
|
Kebingungan
|
V. Tipe-Tipe
Kepribadian
Menurut ajaran abhidhamma adalah sebagai berikut :
1.
Tipe-tipe
kepribadian menurut abhidhamma secara langsung di turunkan dari prinsip bahwa
faktor-faktor jiwa muncul dalam kekuatan yang berbeda. Jika jiwa seseorang
tetap dikuasai oleh suatu faktor, maka hal ini akan menentukan kepribadian,
motif dan tingkah lakunya
2.
Motif
pada manusia berasal dari analisis mengenai faktor-faktor jiwa dan pengaruh
faktor-faktor tersebut dalam tingkah laku yang mana akan menentukan keadaan
jiwa seseorang untuk mencari sesuatu atau menjauhinya. Misalnya, jiwa manusia
dikuasai oleh ketamakan, dalam hal ini yang menonjol adalah ketamakan sehingga
orang akan bertingkah laku sesuai dengan motif tersebut, yakni berusaha
memperoleh objek ketamakannya.
3.
Buku
visuddimagga (buddhaghosa,1976), merupakan pedoman untuk meditasi sesuai dengan
ajaran abhidhamma abad ke-5 M. Dalam pedoman ini ada bagian untuk mengenal
tipe-tipe utama kepribadian, karena setiap orang harus diperlakukan menurut
sifat-sifatnya. Salah satu metode yang disarankan untuk menilai tipe
kepribadian adalah dengan mengamati secara seksama cara berdiri dan bergerak.
Misalnya, orang yang kuat nafsunya atau senang pada kenikmatan, (jalannya
anggun), orang yang penuh kebencian (suka menyeret kaki saat jalan), dan pada
orang yang dikuasai delusi (saat berjalan langkahnya cepat).
Contoh yang diberikan oleh Vajiranana (1962) yakni, orang yang kuat
nafsunya, jejak kakinya di tengah.Orang yang ramah, jejak kakinya membentuk
garis ke belakang.Jejak kaki orang yang dikuasai delusi kelihatan terburu-buru
ditapakkan.Budha Gautama meninggalkan kaki yang rata secara sempurna karena
jiwanya tenang dan tubuhnya seimbang.
Tipe-tipe manusia menurut Visudhimagga antara lain ialah :
1.
Tipe
orang suka kenikmatan : berpenampilan menarik; sopan dan menjawab dengan hormat
jika disapa. Jika tidur mereka mengatur tempat tidurnya secara cermat,
membaringkan tubuhnya dengan hati-hati dan tak banyak bergerak waktu tidur.
Mereka melakukan tugas mereka dengan seni, rapi dan sangat hati-hati. Jika
makan mereka menyukai makanan yang empuk dan disajikan dengan cara mewah,
mereka akan makan perlahan dan sangat menikmati cita rasa. Jika melihat objek
yang menyenangkan, mereka akan berhati-hati untuk mengaguminya, terpesona oleh
tindakan dan tidak memperhatikan kekurangannya. Sisi negatifnya yakni, suka
belagak, suka menipu, tamak, tidak mudah puas, penuh nafsu dan sembrono.
Deskripsi lain dari orang yang suka kenikmatan, sifat-sifatnya antara lain :
a.
Penginapan
(runah) gubug dari rumput yang tidak dibersihkan.
b.
Harus
penuh kotoran, kelelawar, bobrok, terlalu tinggi atau terlalu rendah.
c.
Keadaan
sekitar gelap, terancam oleh harimau dan singa.
d.
Jalannya
berlumpur dan tidak rata.
e.
Tempat
tidur dan tempat duduk penuh dengan tinggi (kutu busuk).
f.
Pondok
itu jelek, jorok dipandang dan menjijikan.
2.
Tipe
orang pembenci : berdiri dengan kaku ; tempat tidur dibereskan dengan
serampangan dan tergesa-gesa ; berdiri dengan tegang ; dan marah jika
dibangunkan. Jika bekerja, mereka kasar dan sembrono ; jika menyapu berbunyi
keras dan gaduh. Berpakaian ketat dan tidak rapi. Senang pada makanan yang
pedas dan asam, makan dengan tergesa-gesa dan tidak memperhatikan cita rasa
serta tidak suka makanan hambar. Mereka tidak tertarik pada objek-objek yang
indah ; memperhatikan kekurangan sampai yang kecil-kecil dan mengabaikan
kebaikannya ; sering marah, penuh kebencian, kejam, mudah iri hati dan kikir.
3.
Tipe
orang delusi
a.
Pakaiannya
compang-camping, benangnya berselawiran, kasar seperti rami, berat dan tidak
enak dipakai.
b.
Mangkuknya
dari tanah liat yang buruk atau mangkuk logam yang berat, bentuknya tidak
serasi, tidak rata dan tidak ada desa di sekitarnya.
c.
Desa
yang cocok adalah desa yang tidak teratur, orangnya lalu lalang seolah tidak
melihatnya.
d.
Orang
yang menyalaminya adalah orang yang kasar, kotor, tak sedap dipandang mata,
makanan kotor, berbau dan menjijikkan.
e.
Makannya
bubur yang telah hancur, bubur yang asam atau apa saja asal dapat mengisi
perut. Mengisi mulut sepenuh-penuhnya, ceroboh,mengotori muka.
f.
Cara
berdiri seenaknya, suka tidur telentang, bangun lamban, suka menggerutu, banyak
keluh kesah, tempat tidur tidak rapi.
g.
Sebagai
pekerja mereka tidak terampil, jorok, mereka menyapu dengan serampangan dan
tidak bersih.
Mereka tidak mempunyai ide baik atau jelek pada benda, percaya saja
pada apa Kepribadian sehat dan gangguan
jiwa
h.
yang
dikatakan orang lain dan kemudian turut memuja atau mencelanya.
i.
Sering
berkelakuan malas, kaku, kacau, mudah menyerah, bingungan, keras kepala dan
bandel.
Kondisi optimal
untuk meditasi bagi orang tersebut. tujuannya untuk melatih mangalahkan
gejala-gejala psikologis yang dominan yang kemudian akan menjadikan jiwa mereka
seimbang, sehingga dapat disebut manusia yang harmonis. Sebaliknya, kondisi-kondisi
untuk tipe orang penuh kebencian semuanya dibuat semudah mungkin. Bagi tipe
delusi, segala sesuatunya harus dibuat sederhana dan jelas, menyenangkan serta
enak seperti kondisi untuk tipe penuh kebencian.
Definisi operasional Kepribadian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Pribadi
sehat : tidak ada faktor-faktor tidak sehat atau selalu ada faktor sehat.
2.
Jiwa
terganggu : ada faktor jiwa tidak sehat. Gangguan jiwa timbul karena faktor
tidak sehat menguasai kejiwaan seseorang.
3.
Kriterium
untuk kesehatan jiwa : adanya faktor-faktor yang sehat dan ketiadaan
faktor-faktor yang tidak sehat dalam sistem pengelolaan sumber daya psikologis
seseorang.
Ada beberapa contoh faktor sehat, yakni :
1.
Karuna
: kebaikan hati yang penuh kasih.
2.
Mudita
: merasakan nikmat dalam kebahagiaan orang lain.
3.
Dalam
kitab suci Buddha ada disebut ole Buddha: “semua orang yang tertaik hal-hal
duniawi adalah gila”.
4.
Annusaya
: kecenderungan-kecenderungan laten dari jiwa mengarah ke keadaan-keadaan jiwa
tidak sehat.
5.
Meditasi
: sarana menuju kepribadian sehat.
Setelah individu memahami serta memiliki
pengetahuan mendasar tentang faktor-faktor jiwa sehat dan jiwa tidak sehat maka
individu dapat menerka secara otonom. Pedekatan yang dianjurkan adalah
melakukan meditasi atau samadi. Suatu strategi untuk mencapai keadaan-keadaan
jiwa sehat buka berupa sebuah usaha ataupun sikap kontra terhadap
keadaan-keadaan tidak sehat. Secara garis besar proses meditasi dapat
diaplikasikan dengan dua metode, yaitu meditasi dengan terkonsentrasikan dan
metode meditasi dengan sikap netral terhadap apa saja ang muncul dan hilang
dalam arus kesadaran. Metode pertama disebut metode konsentrasi dan metode
kedua disebut metode dengan sikap penuh perhatian.
A.
Meditasi Dengan Konsentrasi
Metode meditasi dengan konsentrasi merupakan
langkah individu yang melakukan meditasi (meditator) berusaha untuk mengarahkan
perhatian kepada hanya satu objek atau satu titik pusat. Selama mengembangka
meditasi, dalam hal ini meditator berusaha melampaui apa yang biasanya kita
anggap sebagai batas-batas normal dengan tujuan untuk mempertahankan kesadaran
hanya dalam satu objek semata. Kemudahan terhadap pencapaian konsentrasi yang
semakin mendalam merupakan sebuah hasil dari sebuah konsentrasi pada faktor
sehat. Sehingga semakin mendalam
konsentrasi, maka jiwa meditator akan bertambah stabil, dan faktor-faktor tidak
sehat dapat ditekan.
Pada realitasnya perubahan dan percepatan
konsentrasi tidak terlepas dari beberapa faktor –faktor yaitu: Pertama:Vicara
dan Vitakka, artinya perhatian yang diterapkan dan dipertahankan, memusatkan
perhatian hanya pada satu objek secara terus menerus.Kedua: Piti ,
perasaan perasaan terpesona. Ketiga:
Virinya, energi, tenaga.
Keempat: Uphekka ,
ketenangan hati.
Adapun
Tingkatan samadi ditempuh melalui dua cara, yaitu :
1.
Konsentrasi : pada tingkatan ini membangun ketenangan
hati. Yang disebut konsentrasi adalah sebagai “jalan masuk”, keadaan
faktor-faktor ini akan berfluktuasi. Dengan konsentrasi terus menerus pada satu
objek, fluktuasi akan berubah menjadi stabilitas.
2.
Jhana
: keadaan diluar kesadaran. Dalam beberapa tradisi Budha dan Hindu disebut
samadi. Dalam jhana persepsi-persepsi dan pikiran-pikiran normal berhenti sama
sekali.
Tingkatan Jhana
ada beberapa macam yang menggambarkan bahwa tingkatan samadi semakin mendalam
pada jhana-jhana berikutnya. Dalam jhana pertama, meditator secara total
terarah pada satu objek, sehingga jiwa seperti melebur di dalamnya. Rasa lebur
dibarengi oleh kebahagiaan, perasaan terpesona, dan lenyapnya semua pikiran dan
perasaan lain dari jiwa.
Pada jhana-jhana yang makin tinggi, perasaan
bahagia akan digantikan oleh ketenangan batin yang kuat. Saat keluar dari jhana
akan diikuti oleh perasaan senang, dimana faktor tidak sehat akan terhambat dan
faktor sehat akan berkuasa. Kalau jhana semakin dalam, maka penghilangan faktor
jiwa tidak sehat semakin efisien. Jika pengaruh-pengaruh dari jhana menghilang,
maka faktor-faktor tidak sehat akan kembali mengusai jiwa meditator.
B. Jalan Menuju
Perubahan Kepibadian
Pada metode meditasi dengan sikap penuh perhatian,
meditator tidak perlu mengatur arus
kesadaran. Dengan metode ini, meditator berusaha mancapai kesadaran penuh
kepada setiap dan semua isi jiwa. Meditator tidak membiarkan perhatiannya
terpusat pada pikiran atau perasaan tertentu, tetapi berusaha mempertahankan
sikap menjadi “saksi” yang netral terhadap semua itu.
Dalam tahap permulaan, metode ini memerlukan
sikap penuh perhatian, dimana meditator menghadapi setiap pengalaman, setiap
peristiwa kejiwaan, seolah-olah semua itu baru terjadi untuk pertama kalinya.
Ia membatasi perhatiannya sekedar untuk mencatat setiap momen kesadaran secara
berturut-turut. Jika kemudian muncul rentetan hubungan atau asosiasi,
kategorisasi, atau reaksi spesifik dalam jiwa, meditator memperlakukan hal itu
sebagai objek perhatian samata-mata. Meditator tidak menolak dan tidak
mengejarnya, tetapi setelah hal-hal tersebut tercatat lalu dikeluarkan dari
kesadaran. Meditator akan terus menerus terseret ke dalam suatu rentetan
pikiran, membiarkan sikap penuh perhatian menjadi buyar.
Sikap penuh perhatian akan bekerja sangat baik,
jka konsentrasi meditator cukup kuat, agar jiwa selalu siap mencatat persepsi
dan pikiran. Tetapi konsentrasi tersebut tidak boleh terlalu kuat,
sampai-sampai proses ini terhenti. Jika sikap penuh perhatian miningkat, maka
ilusi normal tentang kontinuitas jiwa dan pikiran logis didapatkan, orang mulai
menyadari satuan-satuan acak terpisah-pisah sehingga jiwa terus menerus
membangun suatu kenyataan.
Dalam samadi dengan penuh perhatian, terdapat
tiga tingkat, ialah :
1.
Tahap Vipassana
Dimana sikap penuh perhatian begitu kuat,
sampai membentuk kesinambungan dan masuk pada tahap kedua dalam proses meditasi
yang disebut tahap pemahaman (insight) atau vipassana. Datangnya vipassana
ditandai dengan persepsi yang semakin halus dan semakin tepat pada semua macam
kegiatan kejiwaan. Meditator menyadari bahwa jiwanya terus-menerus berubah.
Jiwa yang selalu berubah dan impersonal ini menyebabkan orang ingin melarikan
diri. Akhirnya vipassana atau insight mencapai puncaknya disebut dengan
nibbhana, jika semua proses kejiwaan berhenti secara total disebut dengan
nirvanik yang bersifat nirvana.
2.
Tahap Nirvana
Dalam tahap nirvana tidak mengalami kebahagiaan
dan ketenangan hati. Nirvana adalah keadaan yang lebih hampa dari pada jhana.
Dalam abhidhamma bahwa tahap nirvana mengubah keadaan jiwa seseorang secara
radikal dan kekal. Dengan melaksanakan samadi dengan penuh perhatian menuju
vipassana (insight) atau pemahaman terus masuk ke nirvana adalah jalan menuju
kepribadian yang sehat. Meskipun nirvana merupakan suatu langkah kunci, namun
bukan merupakan akhir dari jalan Abhidhamma. Jika jalan jhana mempunyai pengaruh
bagi kepribadian seseorang maka pengaruh nirvana tidak terusik lagi. Pengalaman
pertama bagi meditator nirvana akan memulai gerak perubahan yang pada akhirnya
dapat membawa ke titik lenyapnya faktor-faktor tidak sehat. Meditator nirvana
dapat membawa semua annusaya yaitu kecenderungan-kecenderungan laten yang
secara potensial dapat menyebabkan ketidaksehatan jiwa.
3.
Tahap Arahat
Tingkat arahat adalah tingkat ideal kepribadian
sehat. Arahat merupakan hakikat dari kesehatan jiwa dan kepribadian manusia
menurut Abhidhamma. Sifat-sifat kepribadian seorang arahat diubah secara
permanen atau tetap. Bahwa semua motif, persepsi, atau perbuatan yang dibawah
pengaruh faktor tidak sehat akan lenyap. Artinya semua motif, persepsi dan
perbuatan orang arahat di bawah pengaruh faktor jiwa yang sehat.
Rune Johansson, dalam bukunya The Psychology of
Nirvana (1970), telah memilih dari sumber-sumber Abhidhamma sifat-sifat
kepribadian arahat. Daftar sifat-sifat dikemukakannya dengan mencakup dua hal,
ialah :
1.
Sifat bebas dari :
a. Ketamakan terhadap
hasrat-hasrat indera.
b. Kecemasan,
kebencian dan anekamacam ketakuatan.
c.
Aneka dogmatisme seperti keyakinan bahwa inilah kebenaran.
d. Kemuakan
terhadap kondisi-kondisi seperti kehilangan, dipermalukan, rasa sakit atau
dipersalahkan.
e. Perasaan-perasaan
hawa nafsu atau marah.
f. Pengalaman-pengalaman
penderitaan.
g. Kebutuhan
akan peneguhan, kenikmatan atau pujian.
h. Keinginan akan
sesuatu untuk diri sendiri melebihi hal-hal yang pokok dan diperlukan.
2.
Sifat kaya dengan:
a. Sikap netral terhadap
orang-orang lain dan tenang dalam semua situasi.
b. Kesiap-siagaan
dan gembira dalam menghadap pengalaman apa saja, secara tenang tidak terpikir
apakah pengalaman itu biasa atau bahkan membosankan.
c. Perasaan-perasaan
belas kasihan yang kuat dan kebaikan hati yang penuh kasih.
d. Persepsi-persepsi
yang cepat dan tepat.
e. Ketenangan
dan ketrampilan dalam bertindak atau berbuat.
f. Keterbukaan
terhadap sesamanya.
g. Kepekaan terhadap kebutuhan orang lain
(kepedulian sosial).
TENTANG MIMPI
Abhidhamma mengatakan bahwa mimpi adalah sifat
istimewa lain dari aharat. Ada empat
macam tipe mimpi pada manusia, yakni:
1.
Tipe pertama, mimpi yang disebabkan oleh sejenis gangguan
pada organ atau otot, dan biasanya menyangkut suatu persaan fisik yang
menakutkan, misalnya jatuh, terbang, atau dikejar-kejar harimau. Bermacam-macam
mimpi buruktermasuk tipe mimpi ini.
2.
Tipe kedua,
mimpi yang ada hubungannya dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan orang pada
siang harinya, dan menggemakan pengalaman-pengalaman yang sudah berlalau
tersebut. Mimpi semacam ini kerap terjadi.
3.
Tipe ketiga, mimpi tentang suatu peristiwa actual sebagai
mana peristiwa itu terjadi, mirip dengan prinsip sinkronitas pada pendapat
C.G.Jung.
4.
Tipe keempat, mimpi yang bersifat waskita (clairvoyant), suatu ramalan yang tepat
tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Jika seorang arahat bermimpi
maka mimpinya ituselalu bersifat waskita (Van Aung, 1972).
Sang Buddha sendiri mahir dalam
menginterpretasikan lambing-lambang dalam mimpinya, meskipun tidak ada system
yang formal untuk analisis simbolik dalam Abhidhamma. Buddha Gautama juga
mengalami sederetan mimpi sebelum menerima pencerahan atau sinar Buddha.
Mimpinya tersebut meramalkan pencerahan Buddha Gautama dalam mendapatkan
boddhi.
Tingkat kepribadian arahat pada Abhidhamma
tidak ada pada teori kepribadian psikologi Barat. Tingakat arahat merupakan hal
yang cukup umum pada psikologi timur terutama dalam ajaran olah kejiwaan. Pada
arahat sangat istimewa, merupakan prototipe kepribadian orang yang tidak ada
pada kepribadian dan prototipe di barat.
Arahat sebagai model pribadi sehat ia
kekurangan banyak sifat yang mereka asumsikan intrinsic dalam kodrat manusia.
Mungkin ide pribadi arahat semakna dengan konsep Maslow atau Rogers sebagai
pribadi yang dapat teraktualisasi penuh. Menurut pendapat penulis, pribadi
arahat yang mencapai nirvana memang secara aktualitatif lebih tinggi dari pada
pribadi ideal yang teraktualisir model Maslow, sebab pribadi arahat telah
melampaui dunia fenomenal ini, jadi sudah transcendental.Dalam ajaran agama
lain tidak ada ajaran kejiwaan seperti samadi dalam Buddhisme. Dan memang, kegiatan
samadi atau meditasi tidak seperti semalam jadi, tetapi memerlukan
latihan-latihan yang serius dan lama. Contohnya adalah Buddha Gautama dan para
Bhikku pengikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kifudyartanto, Psikologi
Kepribadian Timur, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003.
Komentar
Posting Komentar